Meneropong Indonesia Saat Ini

         Tulisan ini terinspirasi dari momentum hari kebangkitan nasional yang dimana ‘katanya’ para aktivis turun ke jalan menyampaikan aspirasi rakyat. Saya hanyalah seorang pasivis yang tak tahu apa-apa tentang apa yang mereka suarakan, saya hanyalah rakyat biasa yang terus mendengar keluhan masyarakat ketika terjadi demo, saya hanyalah anak biasa yang terus mendengar kesedihan orang tua yang ditinggal anaknya untuk membela ‘kepentingan rakyat’. Dari awal tulisan ini, saya minta maaf bila ada pihak-pihak yang tersinggung atau tidak suka dengan pemikiran yang akan saya sampaikan. Well, jika mereka demo di jalan, saatnya saya demo dalam tulisan saya.

            Indonesia saat ini memang dalam krisis. Krisis apa saja mulai dari ekonomi, pendidikan, budaya, hukum, politik, hingga moral manusianya. Apa lagi yang bisa dibanggakan dari negeri ini? Oh ya, kita bangga dengan banyaknya para aktivis yang tiap hari turun ke jalan meminta pemerintah melakukan ini, pemerintah melakukan itu, berkumpul dari berbagai tempat untuk menyampaikan ‘aspirasi rakyat’. Aktivis memang keren, keren sekali, apalagi jika yang mereka lakukan adalah membangun negara, bukannya terus menerus mengkritik pemerintah. Apakah saya menyalahkan orang untuk mengkritik pemerintah? Tidak, saya mendukung mereka untuk menyuarakan ‘aspirasi rakyat yang tertindas’ itu, tapi bisakah mereka berusaha membarenginya dengan ribuan prestasi dari diri mereka?

            Indonesia ini negara besar, negara kaya, negara surga. Kita selalu mendengar kata-kata itu. Jangan heran atau mudah tersinggung jika pemerintah kewalahan mengatur negara yang sangat besar ini. Saya sangat maklum jika ada setiap pemerintahan yang berlangsung masih meninggalkan tugas yang banyak untuk pemerintahan selanjutnya. Coba sedikit saja kita bersyukur tinggal di Indonesia, maka semuanya akan menjadi lebih menyenangkan. Negara-negara lain, luasnya sangat kecil dibanding Indonesia, mereka bahkan mungkin hanya sebesar kota-kota kecil atau seluas pulau Indonesia, tapi mereka tidak seluas Indonesia. Kita mungkin beranggapan, lihat negara-negara besar seperti Amerika, Cina, Inggris, mereka bisa mengatur pemerintahannya, kenapa kita belum? Tentu saja mereka bisa, apa mereka punya sumber daya alam melimpah ruah seperti kita, apa mereka memiliki dua samudera seperti kita, atau berbatasan dengan dua benua seperti kita, atau memiliki luas laut yang lebih luas daripada kita, mereka bahkan tidak memiliki apa yang kita miliki. Banggalah menjadi Indonesia.

            Pemuda adalah harapan negara kaya ini. Saat ini pemuda telah hilang identitasnya, digerus nilai-nilai barat yang terus berdatangan ke negeri ini. Dalam kehidupan mahasiswa, aktivis selalu berada di garda terdepan, memperjuangkan ‘aspirasi’ yang selalu mereka bawa kemana-mana. Lalu dimana letak kami, para ‘pasivis’, julukan yang mereka berikan bagi mahasiswa yang kerjanya hanya kuliah pulang kuliah pulang, bahkan mereka memberi kami nama mahasiswa ‘kupu-kupu’, ah betapa cantiknya nama itu. Kami tak pernah minder dengan julukan tersebut, bukankah kupu-kupu itu cantik, bukankah kupu-kupu itu kuat, bahkan ia bisa terbang kemana saja, dan semua orang menyukai kupu-kupu. Saya tidak sedang berusaha membandingkan kehidupan mahasiswa satu dengan mahasiswa lainnya. Tapi doktrin demi doktrin terus berjalan hari demi hari. Satu hal yang saya tahu selama duduk di bangku kuliah, semua orang punya kepentingan yang berbeda-beda dan punya cara yang berbeda-beda. Maka oleh karena itu, inilah caraku melihat negeri ini.

            Masih segar dalam ingatan saya, ketika Presiden yang saat ini tengah berkuasa masih menjadi seorang gubernur ibu negara datang mengunjungi kampus saya, aula yang awalnya sudah penuh dengan ribuan mahasiswa mendadak kosong di bagian kiri dan kanan, merengsek menuju arah tengah, ternyata sang tamu sudah datang. Mereka semua berhamburan ke tengah meminta foto, ingin bersalaman, atau hanya sekedar menyentuh sang tamu,  ah betapa lucunya negeri ini. Saya, jujur, masih duduk di tempat semula, tidak bergerak atau lebih tepatnya tidak tertarik untuk ikut-ikutan mereka yang berimpitan satu sama lain seperti semut mengerubungi gula. Saya hadir hanya ingin melihat bagaimana pola pikir seorang gubernur ibu negara, dimana pusat pemerintahan terjadi disana. Saya ingat, ketika sang tamu dengan bangganya menguraikan metode-metode yang beliau gunakan dalam mengatur negara, salah satunya ‘metode makan bersama’, ya kejadian yang sangat mencoreng muka-muka aktivis dalam dua hari ini. Saat itu sang tamu dengan bangga bisa menyelesaikan masalah hanya dengan metode tersebut dan sekarang beliau menggunakannya lagi. Siapa yang hadir saat itu, berusaha minta foto, salaman, atau hal-hal yang nggak penting lainnya itu, saat ini berdiri sebagai aktivis dan meneriaki pemerintah. ‘Mungkin mereka sudah sadar kalau mereka salah kemarin’, aku selalu berfikir begitu.

            Tentang tokoh-tokoh nasional, saya memang tidak terlalu mengenal mereka, dan juga tidak terlalu mengidolakan mereka, saya tidak mengidolakan siapa-siapa dalam hidup saya, kecuali mereka yang berjasa bagi hidup saya. Apakah tokoh-tokoh nasional itu tidak berjasa bagi saya? Well, mereka punya peran, tapi mereka bukanlah hidup saya. Jadi saya memang biasa saja jika harus bertemu orang-orang penting seperti mereka.

            Kembali ke mahasiswa sebagai garda terdepan saat ini. Saya mahasiswa pasivis atau mahasiswa kupu-kupu kata mereka. Setiap demo terjadi saya mendengar keluhan dari masyarakat tentang betapa macetnya jalan atau tentang masyarakat yang selalu bertanya ‘ngapain sih mereka demo’? Setiap pulang ke rumah saya selalu diwanti-wanti oleh orang tua agar tidak ikut demo, ‘masih banyak cara yang bisa dilakukan selain demo’. Bagi saya demo itu sama saja dengan mengumandangkan perang, ketika perang terjadi tak ada hukum yang berlaku di dalamnya, oh ada satu, hukum ‘yang kuat adalah yang menang’. Para aktivis memakai hukum tersebut, sepertinya, hukum rimba, hukum yang paling malas untuk saya dengar ada di muka bumi ini. Ketika mereka berjuang ‘demi negara’ ini, dimana letak bakti mereka pada bangsa ini?

            Saya ingin kita berdamai dengan alam. Wahai para aktivis, aku membolehkanmu berteriak, jika kamu melakukan hal yang benar. Tak mendengarkah engkau kata-kata Bung Hatta tentang ‘mendayung diantara dua karang’ atau engkau hanya mendengar kata Bung Tomo ‘merdeka atau mati’? Masalah banyak berseliweran di depan mata kita,  kenapa tak kalian gunakan saja waktu kalian dengan baik. Bagi saya, kreativitas adalah hal terbaik yang dimiliki pemuda. Saat kalian berteriak dan berkumpul di depan istana negara, mungkin kalin lebih baik berkumpul bersama mengajar anak-anak di pedalaman atau yang tidak bisa mengeyam bangku pendidikan. Ketika kalian semua berkumpul meneriakkan pemerintah, mungkin lebih baik kalian mendirikan suatu perusahaan yang dapat memperkerjakan para pengangguran yang bertebaran disana sini. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki masa depan bangsa ini.

            Kami para pasivis, tapi kami bukan apatis, kami tidak berfoya-foya dengan hidup kami, kami juga berjuang untuk hidup kami, hidup bangsa ini. Bisakah beri sedikit kami ruang untuk diri kami? Setidaknya untuk prestasi-prestasi yang membuat negara ini terlihat lebih baik di mata negara lain. Ketika kalian membuka semua aib pemerintah melalui demo yang terus menerus tanpa henti kalian lakukan, bisakah kami memperbaiki citra negara ini dengan ribuan prestasi yang telah dihasilkan putra putri terbaik. Saya tahu kalian pemimpin masa depan negara ini, kalian berkumpul untuk mengubah masa depan negara ini, dan saya mendukung penuh semua usaha kalian untuk mengubah negara ini ke arah yang lebih baik. Bisakah kalian melakukan hal yang sama untuk mahasiswa lainnya?

            Mereka berdemo dengan cara yang lain, berdemo dengan pikiran-pikiran mereka melalui tulisan, karya, prestasi, ya mereka berdemo dengan cara itu. Kita membutuhkan satu sama lain. Kami butuh kalian menjadi pemimpin kami, mungkin, kalian juga membutuhkan kami menjadi pendukung pemerintahan kalian nantinya. Saya sungguh melihat banyak para mahasiswa berprestasi lebih memilih berkembang di luar negeri dibanding dalam negeri karena kurangnya apresiasi untuk mereka. Mereka tenggelam oleh sinar para aktivis yang terus membangun negara dengan kritik-kritik sehat mereka terhadap pemerintah.

            Saya ingin kita bekerjasama, kita ingin bersatu. Hal yang satu, untuk negara sebesar ini, butuh kerjasama dan persatuan yang kuat untuk membangun dan membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Perpaduan antara aktivis dan pasivis adalah perpaduan yang hebat, perpaduan yang luar biasa. Jadi, mari hilangkan gap yang terlanjur ada diantara kita. Ini bukan tentang antara si kaya dengan si miskin, pemerintah dengan masyarakat, tapi ini tentang kita, generasi masa depan negara ini.

            Mungkin tulisan ini terlihat tidak sinkron satu sama lain, karena saking banyaknya hal yang ingin saya utarakan dalam tulisan ini. Hal yang ingin saya tekankan adalah persatuan dan kreatifitas.
 AYO BERSATU!!!


Keep Hamasah lillah…

Komentar