Tulisan ini adalah inspirasi sekaligus
dilemma yang didapatkan selama mudik. Dalam tulisan ini, aku sanga berharap
mendapatkan feedback dari pembaca tentang suatu hal yang selama ini aku
pikirkan. Happy reading…
“Gantungkan lah cita-citamu setinggi langit”
Pernah
dengar kalimat itu? Kalimat itu terus menerus terngiang di telingaku sejak aku
masuk TK. Cita-cita, impian yang harus kita bangun dan wujudkan di masa depan. Kalimat
itu sangat berarti bagiku, hingga saat ini kalimat tersebut terus memotivasiku
untuk maju lebih dan lebih lagi. Cita-cita memang membutuhkan perjuangan yang
keras untuk mencapainya dan kita harus punya cita-cita dalam hidup ini. Tanpa sebuah target, hidup akan menjadi
hampa dan sia-sia.
“Anak tunggal itu egois, manja, keras
kepala”
Pernah
dengar kalimat itu? Kalimat itu yang terus menemaniku sejak aku masuk ke dalam
lingkungan masyarakat. Hidup sebagai anak tunggal bisa dibilang gampang gampang
susah. Tak ada yang salah dengan opini masyarakat tentang cara hidup anak
tunggal, hanya tentu saja ada beberapa perbedaan persepsi dalam menyikapi anak
tunggal yang satu dengan anak tunggal yang lain. Perbedaan status ekonomi bagiku jelas
membedakan pembentukan sifat si anak tunggal. Sebagai anak yang hidup dalam
keluarga yang sederhana, aku dituntut untuk bisa membahagiakan, membanggakan,
dan menuruti segala ekspektasi yang diberikan orang tua kepadaku. Aku
dibiasakan hidup mandiri tanpa bantuan orang lain sejak kecil, aku dibiasakan
untuk tidak hidup manja, aku harus memanajemen kehidupanku sendiri, dan
kebahagiaan orang tua adalah hal yang utama. Tiga kata sifat yang aku sebutkan
di atas rata-rata memang dimiliki oleh semua anak tunggal karena itulah mereka.
Aku butuh hal itu agar aku bisa terus bertahan menghadapi kerasnya hidup di
dunia ini.
“Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak
sepanjang penggalan”
Pernah
dengar kalimat itu? Lagi-lagi kalimat itu terus berada di otakku sampai saat
sekarang ini. Orang tua menyayangi anaknya tanpa henti. Tak peduli seberapa nakal
seorang anak, orang tua tetap menjadi tempat pulang sang anak. Ribuan
pengorbanan yang telah orang tua berikan takkan pernah tergantikan oleh sang
anak. Maka hal terbaik yang harus dilakukan adalah membahagiakan dan
membuat mereka bangga.
Cita-cita, anak tunggal, dan orang tua. Tiga
hal yang berkaitan satu sama lain. Ada sesuatu yang mengusikku ketika setiap
saat aku liburan kuliah. Untuk orang tua, aku lebih dekat ke mama dari pada ke
papa. Jadi bisa dibilang setiap pulang yang menyambut di rumah adalah mama dan
laporan kuliah selama 6 bulan meluncur dengan lancar dariku. Mulai dari nilai,
dosen, kegiatan sehari-hari, curhat, sampai pengakuan bohong semua selalu
seperti itu dalam 1 jam kepulanganku. Mama yang biasanya harusnya sudah tidur
dengan sabar mendengarkan ocehanku tanpa henti. 1 jam itu sudah cukup bagiku
untuk merangkai seluruh kegiatan 6 bulan untuk laporan kepada mama. Hari-hari
berikutnya, ada waktu-waktu spesial dimana aku mendengar curhatan dari mama,
tentang keadaan ekonomi keluarga, keadaan di rumah, dan hal yang paling nggak
tahan didengar adalah waktu-waktu tanpa aku. Setiap libur aku pasti mendengar
keluhan yang satu ini, "sore-sore begini, kalau papa masih kerja, mama
cuma sendirian di rumah."Kalimat ini serius bikin terenyuh, speechless,
nggak bisa bilang apa-apa. Kuliah jauh dari orang tua dan hanya libur setiap 6
bulan itu memang sesuatu bagiku dan orang tuaku. Di satu sisi, aku ingin
mandiri, tapi di sisi lain aku harus meninggalkan mereka dalam sepi. Sebagai
anak, tugasku sebagai pengisi hidup orang tua sepertinya gatot alias gagal
total.
Selain
keluhan kesepian, mama juga sering bilang "Nggak usah lah ikut acara-acara
di luar kota, fokus aja sama kuliah di kampus." Bagi mamaku, pendidikan
adalah segala-galanya, tentu saja itu untuk masa depanku juga. Tapi kita tahu
semua lah kan, kita butuh berkembang untuk maju, jadi selama di kampus pertama
kalinya ikut organisasi, ikut acara-acara keluar kota, menjadi sesuatu yang
sangat-sangat asing bagiku. Kewajiban menuruti keinginan yang satu itu, untuk
hanya fokus belajar tanpa embel-embel lainnya, hal yang bisa dibilang cukup
rumit. Beberapa kali ikut acara ke luar kota, pas nelfon nanya kabar, malah
dapat kabar mama sakit, trus pas waktu pulang udah sehat lagi. Kalau mau ikut acara-acara udah harus
make sure everything is done well. Terpaksa juga kadang-kadang bohong,
pas misalnya panitia belum jemput, pas di cek telfon sama mama dibilang udah
jemput dan udah ngumpul sama peserta lain. Tapi, ya, pas libur semua kebohongan itu
diakui secara terang-terangan plus alasannya. Aku nggak mau mama khawatir dan
kepikiran dengan acara-acara luar kotaku.
Lulus
kuliah, kerja, dan menikah. Sepertinya semua orang tua bilang kayak gitu ke
anaknya, tak terkecuali aku. Aku memang akan melakukan hal itu juga, but aku
punya cita-cita yang jalannya masih sangat panjang untuk melakukan hal itu. Saat
ini aku punya cita-cita untuk kuliah di luar negeri dan nggak tanggung tanggung
negara itu adalah Inggris. Tahu apa yang aku maksud? Itu bakalan jauh
banget dari mama dan aku nggak bisa pulang setiap saat lagi untuk ketemu mama. Kalau
boleh jujur, aku nggak terlalu punya penyakit homesick seperti yang
dimiliki orang lain. Aku masih bisa pisah sama mama berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan, tapi kalau bertahun-tahun aku belum coba, and
i will. Ini bukan tentang kemanjaan aku sama mama dan ketergantungan aku
sama orang tua, tapi tugasku sebagai anak untuk membanggakan orang tua dan
menemani orang tua saling bertolak belakang satu sama lain.
Aku
ingin membuat mereka bangga dengan prestasi-prestasi yang aku capai, tapi di
sisi lain aku harus ninggalin mereka
sendirian. Aku mungkin mungkin aja bawa mereka selalu disisiku kalau aku
berasal dari keluarga kaya, tapi aku hanya dari keluarga sederhana yang sedang
berusaha untuk memperbaiki ekonomi dan membuat mereka bahagia, dan aku nggak
bisa bawa mereka kemana pun aku pergi, seperti mereka selalu membawaku kemana pun.
Aku sangat ingin membalas jasa-jasa mereka ketika disaat yang sama keinginan
itu berarti kesedihan untuk meninggalkan mereka dalam waktu yang lama. Mungkin
yang punya saudara, enak kali ya, masih ada yang jagain orang tua mereka, kalau
harus pergi kesana kemari. But me, i don’t have anyone, i don’t have sister or
brother beside me. Seperti orang tuaku yang khawatir melepasku sendiri, aku
pun juga khawatir meninggalkan mereka sendiri.
Aku
punya ribuan cita-cita yang aku gantungkan di langit-langit yang tak pernah
terlihat olehku. Namun aku juga punya orang tua di bumi yang memilikiku. Diantara
mereka, orang tua tetap yang utama dan cita-cita nomor dua. Aku sedang berusaha
menyamakan kedudukan keduanya, but it’s never be balance. Saat ini
secara perlahan aku mulai melakukan pendekatan ke orang tua tentang rencana
kuliahku ke luar negeri, yang berarti tak ada pertemuan dalam waktu yang lama.
Meskipun bisa nelfon, sms, bahkan skype, tentu saja pertemuan nyata dan
dunia maya jelas berbeda. Masih dalam tahap pendekatan dan dalam tekanan penolakan
besar dari orang tua. Aku tak ingin membuat mereka sedih, aku tak ingin mereka
sakit, aku tak ingin terjadi hal-hal yang buruk terjadi ketika aku tak berada
di samping mereka. Life must go on, but now i’m stuck here. Memang terlalu banyak kata tapi yang aku
ucapkan dari tadi. Tapi merekalah satu-satunya alasan yang membuatku selalu
berpikir ulang atas segala hal yang aku tulis dalam peta hidupku.
Ap
Beberapa dalil berbakti kepada orang tua :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Q.S Al Israa’, 17:23)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al
Israa’, 17:24)
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku
kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S Al ‘Ankabuut, 29:8)
Beberapa dalil menuntut ilmu :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat)” (QS. Al Hasyr : 18)
“Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Robbnya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Al-Anfaal:4)
“Sesungguhnya sholat,ibadah,hidup,dan matiku
hanyalah untuk ALLAH, Tuhan Semesta Alam.” (Qs. Al-An’am [6]: 162)
Apapun rintangan dan tantangannya,
MAN JADDA WA JADDA
AKU YAKIN ALLAH SELALU BERADA DI SETIAP JALAN KEBAIKANKU
Komentar
Posting Komentar